Sabtu, 02 Juni 2012

The 11th IDF: Jakarta International Performing Arts 2012 "Indonesia Menari"


The 11th IDF: Jakarta International Performing Arts  2012


Sabtu, 2 Juni 2012, pkl. 20.00 WIB        | Saturday, June 2, 2012 – 8 p.m.

Anter Asmorotedjo (Jogyakarta – Indonesia)
“KISS”

“Kiss” merupakan sebuah ungkapan kasih sayang seorang ibu pada anaknya, sebagai seorang berada jauh dari tanah kelahirannya. Ketika seseorang berada jauh dari tanah kelahiran muncul perasaan rindu padanya.
Anter Asmorotedjo, penerima grant dari Asian Cultural Council untuk berpartisipasi dalam American Dance Festival di Durham, North Carolina, Amerika Serikat, di mana beliau belajar tari dengan beberapa Koreografer tari Kontemporer maupun tari Modern. Sampai saat ini sudah 50 karya lebih telah dipentaskan, dan beberapa karyanya dipentaskan  di luar negeri, antara lain Amerika Serikat dan Rusia.

 “Kiss” is an expression of love of a mother to her child, as a person who is being away from their homeland. When someone is away from the birth land brought the sense of longing to it.
Anter Asmorotedjo, grant recipient of the Asian Cultural Council for participating in American Dance Festival in Durham, North Carolina, USA, where he studied dance with contemporary and modern dance choreographers.  Up to now, there are over 50 dance works of him, several of them are performed overseas; USA and Russia.

Danang Pamungkas (Solo – Indonesia)
“BEAT”

Beat adalah sebuah proses pencarian antara tubuh dan musik. Pemahaman esensi dari setiap gerakan, body release, serta body kontak dengan partner.
Danang Pamungkas bergabung di Cloud Gate Dance Theater, Taiwan yang dipimpin oleh koreografer Lin Hwai Min (2008–2011).Peraih Hibah Kelola 2011 untuk Karya inovatif ini pernah terlibat dalam berbagai pertunjukan tari antara lain di Singapore Art Mart (2005), pergelaran di Belgia, Amsterdam, Austria (2007),  dengan Gunawan Muhamad (Tan Malaka–2011), serta Sardono W Kusumo (Hutan Plastik–2003 dan Opera Diponegoro–2011).
Beat”  is a search process between the body and the music. Understanding the essence of each movement, body release, and body contact with a partner.
Danang Pamungkas has joined Cloud Gate Dance Theatre, Taiwan with lead choreographer Lin Hwai (2008-2010), recipient of Kelola Grants 2011 for Innovative Works, has been involved in various dance performances among others in Singapore Art Mart (2005), performance di Belgia, Amsterdam, Austria (2007),  with Gunawan Muhamad (Tan Malaka–2011), also Sardono W Kusumo (Hutan Plastik–2003 and Opera Diponegoro–2011).

Siti Ajeng Soelaeman (Jakarta – Indonesia)
“Baju Kini”

bagian nyata dari baju; Dia adalah pelindungku....
Pelindung dari angin, hujan, dan terik matahari. Membuatku selalu nyaman, Hangat dan percaya diri.
Aku merawat bajuku dengan kasih sayang, kulipatnya dan kususunnya dengan rapih di dalam lemari.
 yaah begitulah diriku dengan baju-bajuku yang menemani tubuhku...

Mungkin seperti halnya semua manusia, memerlukan seseorang yang mau memahami dirinya, merawatnya dengan penuh kasih sayang.     

 “Baju Kini” (versi Jepang) pernah dipertunjukkan secara kolaboratif bersama dua penari Jepang di acara Kobe Asian Contemporary Dance Festival 19,20 Februari 2012, saat Ajeng terpilih dalam program Residensi DanceBox di Kobe, Jepang.

real part of the dress; it is my shield….
Protect me from the wind, rain, and sun. Always makes me comfortable, warm and confident.
I treat my clothes with affection; I fold and arrange them neatly into the closet.
Well, that’s me with my clothes who accompanied my body…

Perhaps like all humans, need someone to understand and taking care of them with love and tender.

‘Baju Kini’ (Japan version) has been performed collaboratively with two Japanese dancer in the event Kobe Asian Contemporary Dance Festival in February 2012, when Ajeng was selected for DanceBox Residency Program in Kobe, Japan


Zan Yamashita (Japan)
Sailors

Supported by Japan Foundation

“Sailors” dipentaskan di rakit besar di panggung, yang dapat mengguncang dan berbalik di bawah beban penari di atasnya. Selain untuk membangun metode koreografinya sendiri, Yamashita mencoba untuk mengambil sifat manusia. Suatu tantangan untuk menciptakan tarian dalam suatu suasana yang tidak stabil, berdasarkan kemustahilan untuk mereproduksi dan mengulangnya. Percobaan mengenai koreografi kebebasan dan pembatasan dalam karya ini mengarah ke karya berikutnya, yaitu “Animal Theatre”

Sailors is performed on a big raft on the stage, which can be rocked and turned under the weight of dancers on it. As well as to build up an own choreographic method, Yamashita tries to retrieve human nature. A challenge to create a dance in an unstable setting, premised on impossibility to reproduce and repeat it. The experiments about choreographing freedom and restriction in this piece leads to his next one, ‘Animal Theatre’.
Tiket: Rp 200.000,-  , Rp 100.000,-  & Rp 50.000,- (balkon)
Info: Gedung Kesenian Jakarta
-------------------------------------------------------------------------------
The 11th IDF: Jakarta International Performing Arts  2012
Senin, 4 Juni 2012, pkl. 20.00 WIB     | Monday, June 4, 2012 – 8 p.m.
Fitri Setyaningsih (Jogyakarta – Indonesia)
“Bintang Hening”
“Bintang Hening”, dalam lubang bahasa, semua yang di luar bumi, angkasa, semesta, seperti debu-debu keheningan yang melekat dalam dirinya. Aku, kita, seperti bisa melihat keheningan itu. Selalu bersama gumpalan-gumpalan awan putih, biru, kelabu dan hitam yang menyimpan air. Perubahan terus-menerus seperti cara waktu bernapas.
Setelah selesai studi di ISI, Fitri mengikuti berbagai workshop tari di dalam maupun di luar negeri: London, Dubai, Abu Dhabi. Di Indonesia Fitri pernah mengikuti workshop tari Pappa Tarahumara, penari butoh Yukio Waguri dari Jepang, serta Tony Yap. Tahun 2010, Fitri, yang karya-karyanya kerap mempertanyakan konvensi tari dan rajin mencari “tubuh” tari yang lain.

“Bintang Hening”, in a hole of language, everything beyond the earth, space, universe, like the dust of silence being inherent in it. I, We,  seem can see the silence. Always together with the clouds lump of white, blue, grey and black clouds which hold water. keep changing like the way of time to breathe.
After completion of studies at ISI, Fitri has participated in various dance workshop locally and overseas: London, Dubai, Abu Dhabi. In Indonesia, Fitri has attended the workshop of Pappa Tarahumara dance, and with butoh dancer Yukio Waguri from Japan, also with Tony Yap. In 2010, Fitri, whose danceworks have often questioned of dance convention and diligently search for the ‘body’ of other dance.


Hartati  (Jakarta – Indonesia)
SERPIHAN. JEJAK. TUBUH.

Dalam Serpihan. Jejak. Tubuh., Hartati mengunjungi kembali dua karya terdahulu berjudul “Suap” (1997) dan “Membaca Meja” (2002). Jika “Suap” diciptakan untuk menanggapi situasi politik Indonesia yang saat itu dilanda krismon, maka “Membaca Meja” adalah renungan diri tentang dilema pribadi. Tak sengaja, kedua karya ini mendiskusikan kekuasaan dalam dimensi dan manifestasinya yang berbeda (sosial/nasional dan ruang pribadi) serta mempertanyakan kemungkinan negosiasi ketika individu harus menghadapi situasi serumit itu. Hartati meminjam properti tematik yang digunakan dalam dua karya terdahulu di atas - piring, meja dan kursi - namun kini ia memaknai kembali obyek-obyek tersebut melalui eksplorasi dengan lima penari yang telah menjadi mitra kolaborasi cukup lama. Hasilnya adalah kelebatan tiga penggalan sketsa tentang situasi sehari-hari, namun diwarnai letupan dan tikungan tak terduga selayaknya terjadi dalam kehidupan saat ini.
In ‘Serpihan. Jejak. Tubuh.’,  Hartati revisits two earlier works entitled ‘Suap’ (1997) and ‘Membaca Meja’ (2002). If ‘Suap’ was created to respond to the current political situation in Indonesia which was hit by monetary crisis, then ‘Membaca Meja’ was about self-reflection of personal dilemma. Accidentally, both dance works discuss the power in dimension and different manifestation  (sosial, national and personal space), also questioning the possibility of negotiation when the individual has to face the complicated situation. Hartati borrows thematic property which has been used in the two previous dance works – plates, tables, chairs- but now she reinterpret those objects through explorations with five dancers who has been collaboration partners since long. The result is a flash of three pieces of sketches of daily life, but colored by a small bang and unexpected twists like the one that happen in life.
Tiket: Rp 200.000,-  , Rp 100.000,-  & Rp 50.000,- (balkon)
Info: Gedung Kesenian Jakarta
----------------------------------------------------------------------------------------- 
The 11th IDF: Jakarta International Performing Arts  2012
Rabu, 6 Juni 2012, pkl. 20.00 WIB    | Wednesday, June 6, 2012 – 8 p.m.

Nacera Belaza ( Perancis – Aljazair) “ Le Temps scellé ”
Supported by Institut Français Indonesia
Abstrak dan mempunyai hubungan yang dalam dengan sebuah aliran spiritual, berusaha menyentuh jiwa. Semangat tariannya berubah seketika menjadi pertemuan.
Nacera Belaza, lahir di Aljazair, sekarang tinggal serta bekerja di Paris dan Aljazair, selepas mempelajari sastra dan film Prancis, koreografer dan penari, beliau memilih tari sebagai media untuk mengekspresikan kepekaan estetisnya
Nacera Belaza akan menampilkan dua pertunjukan yang diproduksi bersama oleh Biennale de la Danse de Lyon dan Festival d’Avignon, dua ajang penting tari kontemporer dunia: “Le Temps scellé“, dibuat pada Biennale de Lyon tahun 2012 dan dua tarian solo, yang akan ditampilkan di Jakarta dan Surabaya pada pra pertunjukan perdana Festival d’Avignon 2012

Abstract and has a deep relationship with a spiritual stream, and tries to touch the soul. The spirit of the dance is changed immediately into a meeting.
Nacera Belaza, born in Algeria, now lives and works in Paris and Algeria, after studying French literature and film, choreography and dance, she choose dance as a medium for expressing aesthetic sensibilities.
She will presents two performances that are jointly produced by the Biennale de la Danse de Lyon and Festival d’Avignon, two important arena in the world of contemporary dance: ‘Le Temps scellé’, created for the Biennale de Lyon in 2012, and two solo dances, which will be performed in Jakarta and Surabaya for the pre-premiere of Festival d’Avignon 2012

Tiket: Rp 200.000,-  , Rp 100.000,-  & Rp 50.000,- (balkon)
Info: Gedung Kesenian Jakarta
-----------------------------------------------------------------------------------------  
The 11th IDF: Jakarta International Performing Arts  2012

Jumat, 8 Juni 2012, pkl. 20.00 WIB  | Friday, June 8, 2012 – 8 p.m.

Arco Renz/Kobalt Works (Belgia) & Amrita Performing Arts (Kamboja)
“Crack”
Supported by The Goethe Institut
Crack” menjalani bentuk koreografi yang menyesuaikan ulang suatu tari klasik Khmer, pengaturan baik pikiran dan tubuh menjadi surut dan mengalirkan kebebasan serta kendali. Etos “mengetahui diri sendiri adalah lebih baik melalui tindakan yang sulit” menjadi filosofi dalam menegosiasi peran diri sendiri di dalam fungsi masyarakat. Meradikalisasi tradisi dengan maksud untuk mengungkapkan tanda pribadi. Selalu agak tidak stabil, belum selesai dan proses magnetik.

Koreografer Arco Renz bekerja sama dengan enam penari Phnom Penh yang berbasis di Amrita Performing Arts, secara fisik menerjemahkan kondisi-kondisi baru kehidupan mereka ke dalam parameter tari waktu, ruang dan energi tubuh. Menjelajahi tema kemunculan diri dari isolasi menuju integrasi dalam kompleksitas dunia kontemporer, karya ini menggambarkan dan menjelaskan melalui tari kontemporer, musik tari dan performance, zeitgeist suatu negara yang telah berubah. Hal ini juga merenungkan hubungan antara tradisi dan kekinian ketika dihadapkan pada latar masa lalu dan lingkungan sosial saat ini.

 Crack undergoa choreographic formation that recalibrates classical Khmer dance, setting both mind and body into ebbs and flows of freedom and control. The ethos of knowing oneself better through the act of difficult labour becomes a philosophy in negotiating the role of self within the function of community. Radicalising tradition by the means of revealing the personal signature. Always somewhat an unstable, unfinished and magnetic process. 

Choreographer Arco Renz working closely with six dancers from Phnom Penh based Amrita Performing Arts to physically translate the experience of these new conditions into the dance parameters of time, space and physical energy. Exploring the themes of emergence from isolation towards integration in the complexities of the contemporary world, this work ascribes and describes through contemporary dance, music and performance, the zeitgeist of a transformed country. It also contemplates the relationship between tradition and the contemporary, set against the backdrop of the past and the current social milieu.


Tiket: Rp 200.000,-  , Rp 100.000,-  & Rp 50.000,- (balkon)
Info: Gedung Kesenian Jakarta
----------------------------------------------------------------------------------------- 
Informasi Pertunjukan & Tiket Gedung Kesenian Jakarta:
Roelly: 021-3441892, 96693433
Sms: 085715911169
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Terimakasih atas perhatian para penonton untuk:
  • Membeli  dan Memesan tiket pertunjukan pada hari Selasa sampai Sabtu, Pukul 10.00 – 16.00 wib
  • Mengambil tiket yang sudah dipesan  paling lambat 2 hari sebelum hari pertunjukan.
  • Hadir  30 menit sebelum pertunjukan dimulai.
  • Berpakaian Resmi atau Batik.
  • Tidak membawa makanan dan minuman ke dalam auditorium. Makan dan Minum diperkenankan hanya di area Foyer kiri dan kanan.
  • Tidak mendokumentasikan pementasan dengan alat elektronik apapun (kamera, kamera video, kamera HP, dll).
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Thank you for the Attention of the Audiences for:
  • Buy  & Reserve the ticket on Tuesday-Saturday at 10.00 a.m. - 04.00 p.m.
  • Pick up the reserved ticket at least 2 days before the show date. 
  • Kindly present 30 minutes before the show.
  • Kindly dress Formally or Batik.
  • Not to bring any Food and Beverages into the Auditorium. Eating & Drinking are allowed only at the Foyers (left & right) area.
  • Not to take any recording with any electronic device (camera, video camera, cellular camera, etc).

-------------------------------------------000000000000000000000-----------------------------------------


Tidak ada komentar:

Posting Komentar